Foto: Jokowi Resmi Setop Ekspor Bijih Bauksit Per Juni 2023 (CNBC Indonesia TV)
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah melarang kegiatan ekspor bijih bauksit ke luar negeri sejak Juni 2023. Hanya saja, pelarangan ekspor itu belum menumbuhkan pengembangan hilirisasi bauksit di dalam negeri.
Hal itu tentunya berbeda dengan hilirisasi nikel yang sudah menjamur di Indonesia. Dalam catatan Kementerian ESDM, hilirisasi nikel atau smelter nikel di Indonesia sudah mencapai 116 smelter.
Lalu bagaimana dengan smelter bauksit?
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) blak-blakan, Plh. Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan pembangunan khususnya pada 8 smelter bauksit di Indonesia masih mandek lantaran pendanaan yang ‘seret’.
PILIHAN REDAKSIFaisal Basri Tuding Program Kebanggaan Jokowi SesatTiba-Tiba Faisal Basri Tantang Luhut Debat Soal Hilirisasi, Ada Apa?Bukan Nikel, Baterai Mobil China Ini Ternyata Masih Pakai LFP |
Dia menyebutkan untuk membangun 1 saja smelter bauksit di Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,8 triliun (asumsi kurs Rp15.670 per US$).
“Sudah sering saya katakan masalahnya hanya financial. Karena apa? Karena biaya sangat besar. Untuk (kapasitas) 2 juta ton itu ya, not more than kira-kira US$ 1,2 miliar. Dan ini bukan ringan,” jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Rabu (7/2/2024).
Hilirisasi bauksit juga menjadi satu kewajiban lantaran termaktub dalam Undang-undang No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Ronald mengatakan sumber pendanaan yang bisa diharapkan oleh para perusahaan yang ingin membangun smelter di Indonesia melalui investor asing. Namun, untuk mendapatkan pendanaan dari investor asing itu tidak bisa didapatkan dengan mudah.
“Nah kalau yang kita harapkan sekarang, investor yang biasanya lebih mudah, itu sudah tidak mudah-mudah amat hari ini. Kenapa? Karena ada proses panjang, ada Covid, ada macam-macam, ada perubahan kebijakan, policy dan sebagainya. Ini yang menjadi hambatan kita bersama,” bebernya.
Sementara pendanaan dari dalam negeri sulit untuk didapatkan lantaran pengembalian dana dari perusahaan kepada bank dalam negeri dinilai terlalu lama karena masa Break Even Point (BEP) atau titik impas yang panjang.
“Bayangkan kalau perbankan lokal saja tidak bersedia untuk membiayai. Dalam tanda petik quote and quote, karena tidak feasible menurut beliau. Saya sudah bicara banyak dengan bank-bank tertentu. Apalagi luar negeri. Kan ini masalah,” ungkapnya.
Dengan begitu, dia menyebutkan sebetulnya Indonesia hanya butuh sebanyak 6 smelter dari yang direncanakan terdapat 8 smelter yang akan dibangun di dalam negeri. Dia memperhitungkan, dengan pembangunan 6 smelter nantinya sudah akan bisa menyerap produksi bijih bauksit di dalam negeri.
“Dan kalau 8-8-nya kita buat, Indonesia itu perlu mungkin lima atau enam saja. Itu cukup. Kenapa? Kalau nanti banyak juga masalahnya jadi masalah baru lagi,” tandasnya.
Minta Bikin Konsorsium
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga buka suara perihal ini. Ia bahkan mendorong pengusaha bauksit membentuk konsorsium untuk merealisasikan pembangunan smelter.
“Kalau memang gitu bisa enggak ada solusi, ya bergabung lah. (Bikin konsorsium) kalau bisa. Ini kan saran aja,” kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (2/2/2024).
Sebelumnya, Arifin membeberkan dari rencana pembangunan 12 smelter bauksit di dalam negeri, baru ada 4 smelter yang sudah beroperasi. Sisanya, sebanyak 8 proyek smelter bauksit masih dalam tahap pembangunan.
Bahkan, berdasarkan peninjauan ke lapangan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan hasil verifikator independen. Temuan di lapangan menunjukkan dari 8 proyek smelter, 7 lokasi smelter masih berupa tanah lapang.
“Walaupun dinyatakan dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan sudah mencapai kisaran antara 32% sampai 66%,” kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama https://outbackball.com/Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).